Menikah bukan untuk bahagia

Jika kamu menikah hanya untuk bahagia, maka kamu salah besar. Jika hanya untuk bahagia, jomblo pun bisa. .

Awal dari petaka adalah menggantungkan bahagia pada manusia lainnya. Pada suami, pada istri, atau bahkan orang tua. Sebab mereka sama lemahnya dengan dirimu.
.
Atau meletakkannya pada peristiwa dan pencapaian. Jika lulus, jika nikah, jika dapat kerja, jika punya anak, dan Jika-jika lainnya. Sebab "jika" itu tak akan ada habisnya. Tidak ada ujungnya.

Seharusnya, sandarkan bahagia itu hanya pada Allah yang telah menciptakanmu. Dia Maha Besar,  Maha berkuasa atas segala sesuatu. Tanpa kehendak dan izin-Nya, kamu tidak bisa berbuat apa-apa.

Jika hatimu benar-benar menjadikan Allah sebagai sandaran, maka tidak peduli bagaimanapun dunia sangat kejam padamu.
Kamu akan tetap berbuat baik bukan karena mengharapkan balasan kebaikan dr orang yang kamu tolong. Tapi tahu, bahwa Allah Maha Melihat, malikat tetap mencatat, sekecil apapun kebaikan yang kamu lakukan. Kamu hanya mengharap ridha Allah semata bukan berbagai macam penilaian makhluk-Nya.

Kamu tidak mengharapkan apa-apa dari dunia, kamu tidak peduli apa kata dunia. Yang kamu takutkan, yang kamu pedulikan hanya bagaimana Allah memandangmu.

Asiyah tetap bahagia meski bersuamikan Fir'aun.
Maryam tetap bahagia meski hidup tanpa suami.
Karena mereka tidak menjadikan makhluk sebagai sandaran untuk bahagia. Ketika hatimu selalu bersandar hanya kepada Allah maka semua akan terasa cukup membuatmu tenang dan bahagia.
Jika kamu sudah punya Allah, maka hal lain tidak berarti apa-apa.

Jika hati masih sering dan terlalu kecewa dengan perkara-perkara dunia, maka curigailah masih ada tuhan lain di hatimu selain Allah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Soal dan Jawaban lengkap materi psikolinguistik (Abdul Chaer)

Katak yang tuli

Bukan sok Alim hanya mencari pahala berdakwah